
Penulis: Ayu (Pendamping Hukum Savy Amira WCC)
Editor: Kayika (Riset & Advokasi Media Savy Amira WCC)
Hari Buruh tidak hanya peringatan seremonial yang kita rayakan selama satu tahun sekali, lebih dari itu, hari buruh merupakan perayaan yang terlahir dari perjuangan para buruh yang memperjuangkan hak-haknya. Pada 1806 terjadi mogok kerja di Amerika Serikat yang dilakukan oleh sekelompok buruh di Cordwainers dengan tuntutan jam kerja yang terlalu panjang. Kemudian, perlawanan ini bertumbuh dan terus berkembang dengan dorongan tokoh-tokoh seperti Peter McGuire dan Matthew Maguire yang menjadi penggerak aksi mogok sekaligus bersuara atas nama buruh dalam menuntut hak-hak buruh. Pada tahun 1882, Mcguire kembali menggerakkan parade Hari Buruh di New York, dengan tuntutan delapan jam kerja dalam sehari.
Para pekerja di Amerika Serikat menggelar aksi untuk memperjuangkan kesejahteraannya, pada 1 Mei 1886. Hal ini dikarenakan jam kerja yang terlalu panjang, upah yang tidak sesuai, serta kondisi tempat kerja yang belum aman membuat para pekerja menuntut hak-haknya. Namun, aksi ini berakhir dengan kriminalisasi dan kematian para demonstran. Pada tahun 1998, Kongres Sosialis Dunia memutuskan untuk memperingati Hari Buruh secara Internasional pada 1 Mei, resolusi tersebut memicu perayaan para buruh di seluruh dunia, bersatu dalam tuntutan jam kerja yang adil serta hak-hak lainnya.
Peringatan Hari Buruh 2025, diselenggarakan di berbagai kota di Indonesia sebagai simbol perlawanan para pekerja untuk terus memperjuangkan kesejahteraannya. Di Surabaya, aksi memperingati Hari Buruh diselenggarakan di dua lokasi, aksi pertama diikuti oleh ribuan buruh se-Jatim yang berkumpul di depan Kantor Gubernur, Jalan Pahlawan Surabaya. Ada 17 tuntutan yang terdiri dari rumpun ketenagakerjaan, jaminan sosial, pengampunan pajak, pendidikan, permukiman, hingga transportasi publik. Para pekerja ini juga menuntut agar Gus Dur dijadikan pahlawan nasional. Aksi ini pun dihadiri oleh Khofifah Indar Parawansa selaku Gubernur Jawa Timur yang menemui massa aksi dan menandatangani 17 tuntutan itu.
Aksi lainnya juga dilakukan di depan Gedung Grahadi. Massa aksi yang tergabung berasal dari berbagai elemen, serikat buruh FSBK Kasbi, mahasiswa, jurnalis, dan masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Warga Sipil Surabaya. Asumsi atau pandangan umumnya masyarakat,, buruh sering didefinisikan secara sempit, seperti seseorang yang bekerja kasar (buruh tani, buruh pabrik, buruh tambang). Padahal definisi buruh dan pekerja sendiri tidak ada perbedaan, karena, berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tertulis “setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”. Artinya, siapa pun yang menerima upah (gaji) atas pekerjaan yang dikerjakannya adalah ‘buruh’, apa pun jabatannya dan di sektor mana pun seseorang itu bekerja. Ini juga berlaku bagi dosen, seniman, jurnalis, pekerja rumah tangga, supir, peneliti, pekerja LSM, pekerja kantoran, bahkan kurir yang kerap kali tidak dianggap sebagai ‘buruh’. Pekerja migran yang dilakukan oleh sebagian perempuan Indonesia juga termasuk ‘buruh’.
Mei juga menjadi peringatan penting bagi para pekerja perempuan dan ibu bekerja dari berbagai bidang. Mereka yang berprofesi sebagai pekerja rumah tangga, driver ojek online, kurir, pelayan restoran, pekerja media, desainer, dosen, pekerja kantoran, dan guru pun masih menghadapi tantangannya tersendiri di ruang kerja. Dimulai dari pengalaman kekerasan seksual yang masih dialami perempuan, susahnya mendapatkan hak cuti haid, nominal gaji yang tidak sepadan dengan beban kerja, sampai bias gender yang menghambat perempuan mendapatkan kesempatan di jabatan strategis. May Day tidak hanya menandakan pentingnya pemenuhan hak-hak pekerja, tetapi juga menandakan pentingnya kita perhatian terhadap realita pekerja perempuan yang masih menghadapi segudang persoalan di ruang kerjanya. Intensnya kampanye kesetaraan gender di Indonesia belum menyelesaikan masalah-masalah ketidakadilan yang dialami pekerja perempuan. Salah satu tantangan yang dihadapi pekerja perempuan juga berkaitan dengan UU Cipta Kerja.
UU Cipta Kerja mempersulit pekerja perempuan, mulai dari jam lembur yang makin panjang, pembatasan cuti bagi pekerja perempuan, upah yang tidak sepadan dengan beban kerja, serta jaminan kesehatan dan keselamatan para buruh yang belum terpenuhi dengan optimal. Badai pemutusan hubungan kerja (PHK) terus menghantui, apalagi para buruh yang digantung dengan status ‘kontrak’ padahal sudah bertahun-tahun bekerja. Sehingga hak-hak pekerja perempuan banyak yang tidak terpenuhi oleh perusahaan. Hilangnya kewajiban perusahaan untuk melakukan perundingan sebelum PHK (yang sebelumnya tercantum di UU Ketenagakerjaan) berimbas pada kerentanan pekerja mudah mendapatkan vonis PHK dari perusahaan.
Sebagai jawaban terhadap perlindungan hak-hak pekerja perempuan supaya terbebas dari kasus kekerasan seksual, Menteri Ketenagakerjaan RI merilis Kepmenaker Nomor 88 Tahun 2023 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja sebagai sinkronisasi penguatan pedoman teknis mengenai pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Di dalam Kepmenaker ini juga memuat pembentukan, fungsi, tugas Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual, serta pentingnya penyelesaian kasus kekerasan seksual yang berperspektif korban di tempat kerja. Momentum ini juga menyadarkan pentingnya pejabat perusahaan menjadi contoh (role model) pihak yang berkomitmen tidak mewajarkan budaya kekerasan di tempat kerja.
Hari Buruh penting menjadi refleksi bersama, bahwa napas perjuangan buruh masih panjang dan belum mencapai keadilan. Kebijakan pemerintah yang belum berperspektif gender dan hanya menguntungkan pemilik modal tanpa mempertimbangkan suara para pekerja perempuan di setiap pembuatan kebijakan menandakan pentingnya perawatan solidaritas antar masyarakat sipil dan dibutuhkan kesadaran kolektif terhadap isu-isu pekerja sebagai kekuatan demokrasi di tengah masa sulit saat ini. Sudah saatnya pemenuhan hak-hak buruh dikawal berlandaskan kepentingan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Referensi
https://instiki.ac.id/2024/05/01/sejarah-singkat-hari-buruh/
https://magdalene.co/story/uu-ciptaker-gagal-sejahterakan-buruh/
https://www.tempo.co/ekonomi/kemnaker-rilis-aturan-pencegahan-kekerasan-seksual-di-tempat-kerja-181591