Peran Laki-Laki Dalam Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender

Dengan berkembangnya zaman, bertambah pula kuantitas dan kualitas laki-laki yang peduli dan aktif mencegah dan mengakhiri kekerasan berbasis gender. Istilah kekerasan berbasis gender membantu dalam memahami fakta kekerasan terhadap perempuan. Dengan memahami  makna kekerasan berbasis gender, maka dalam upaya pencegahan kekerasan berbasis gender bukan hanya perempuan korban kekerasan,  tetapi juga pelaku kekerasan yang pada umumnya laki-laki. Pada umumnya, laki-laki menganggap fakta kekerasan terhadap perempuan seperti KDRT adalah urusan perempuan. Stereotip yang terbentuk di masyarakat mengenai kodrat laki-laki dan perempuan serta persepsi tentang maskulinitas dan feminimitas menjadi salah satu faktor terjadinya kekerasan berbasis gender tersebut.

Fokus penanganan kekerasan berbasis gender pada masa sekarang, bukan lagi hanya pada perempuan sebagai korban, tetapi beralih pada hubungan kekuasaan antara gender laki-laki dan gender perempuan, yaitu hubungan yang tercipta dan dilanggengkan oleh stereotip atau pencitraan. Perempuan misalnya dicitrakan dengan sifat yang lemah lembut dan laki-laki dicitrakan dengan karakteristik kuat dan perkasa. Pencitraan demikian dapat menjadi sebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Namun perlu diingat bahwa laki-laki pelaku kekerasan terhadap perempuan mempunyai potensi pula untuk melakukan kekerasan terhadap sesama lelaki. Laki-laki mempunyai kuasa, kemampuan dan pengaruh dalam perkembangan kekerasan di masyarakat, baik yang berbasis gender ataupun tidak. Sebagai contoh  laki-laki dapat membuat keputusan untuk tidak melakukan kekerasan terhadap pasangannya, atau mengintervensi laki-laki lain yang melakukan kekerasan berbasis gender.

Sebetulnya, laki-laki berperan penting dalam program penanganan dan pencegahan menangani atau mencegah kekerasan berbasis gender. Dalam hal ini laki-laki tidak lagi hanya dipandang sebagai penyebab atau pelaku kekerasan. Contoh program pelibatan laki-laki dalam upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan misalnya, serangkaian sesi lokakarya atau workshop interaktif, pelatihan kepemimpinan dan kampanye norma-norma sosial yang anti kekerasan berbasis gender melalui media massa. Sasaran program pencegahan ini dapat diikuti oleh berbagai kelompok umur. Pada kelompok anak laki-laki usia sekolah, aktivitas yang dapat dilakukan misalnya berfokus terhadap isu-isu pelecehan seksual dan kekerasan pada saat pacaran. Lalu pada kelompok mahasiswa atau usia dewasa awal akan fokus pada isu kekerasan seksual. Dan untuk kelompok dewasa dan yang berkeluarga, kegiatan pencegahan dapat memfokuskan pada isu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Berdasarkan program pencegahan kekerasan berbasis gender yang dilakukan akan dihasilkan kelompok-kelompok atau forum laki-laki yang peduli terhadap kesetaraan dan keadilan gender dan peduli terhadap isu-isu kekerasan yang berbasis gender.  Dalam forum tersebut mereka dapat berbagi dan berdiskusi mengenai isu kekerasan dan penanganannya dengan perasaan nyaman dan terbuka. Program pelibatan laki-laki dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender,  juga diberikan kepada laki-laki yang berpotensi melakukan kekerasan, pelaku kekerasan maupun laki-laki yang tidak tampak berpotensi untuk melakukan kekerasan.

Program-program pencegahan yang memberi peran pada laki-laki tersebut bukan bermaksud untuk melegalkan, membenarkan atau membela laki-laki pelaku kekerasan terhadap perempuan. Namun dengan adanya kelompok laki-laki yang peduli terhadap isu ini, akan bisa mengajak laki-laki lainnya untuk ikut dalam program pencegahan kekerasan berbasis gender, memahami pentingnya permasalahan kekerasan berbasis gender, terlibat dalam upaya penanganannya.

Keberhasilan program pelibatan laki-laki dalam pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender memerlukan dukungan dari semua elemen masyarakat. Upaya-upaya ini bukan hanya menjadi tanggung jawab lembaga-lembaga non profit yang fokus pada isu kekerasan berbasis gender, tetapi juga seluruh aspek lapisan masyarakat seperti lingkungan keluarga, pendidikan formal, pemuka agama serta pemerintah yang memegang peran yang cukup besar. Selain penangan bagi  korban, pelaku juga harus mendapat perlakuan yang tepat selain diberikan sanksi hukum.  (tulisan ini disarikan dari berbagai sumber – vonan/25022012)